Kontroversi Lagu Sayyidah Aisyah Humaira dan Sayyidah Khadijah Al-Kubra.
Belakangan ini viral banget lagu tentang salah satu istri Rasulullah Saw yang juga putri Khalifah Pertama Sayidina Abu Bakar. Pada awalnya saya tidak terlalu perhatian, namun di platform Youtube banyak yang cover lagu itu termasuk artis dan musisi level nasional. Bahkan ada versi Bahasa Arabnya.
Di smartphone anak-anak remaja dan pemuda juga sering saya dengar memutar lagu itu berulang-ulang. Saya dengarkan seksama memang nadanya bagus, setidaknya menurut saya penikmat musik yang masih awam.
Sementara lagu Aisyah itu semakin viral di media, ada lagi muncul cover lagu tentang Khadijah yang merupakan istri pertama Rasulullah Saw, dengan nada yang sama tapi diubah liriknya. Saya tidak mau masuk apakah itu termasuk plagiat atau tidak. Itu bukan bidang saya.
Lama-lama, saya perhatikan di media facebook ramai-ramai saling mengunggulkan satu dan menyisihkan yang lain. Saya heran, seolah-olah istri-istri mulia Rasulullah Saw sedang dipertandingkan, kemudian dipilih diantara keduanya mana yang lebih baik dan lebih utama ketimbang yang lain.
Saya mohon maaf, jika pandangan saya keliru. Tapi, apa yang saya baca dan rasakan, postingannya sudah melibatkan emosional. Tidak lagi menggunakan akal yang jernih. Jadi, saya merasa tergugah untuk menuliskan sekelumit catatan ini. Entah berfaedah atau tidak. Urusan pembaca yang menilai nantinya.
Kalau menurut saya secara pribadi, baik Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Khadijah, keduanya sama-sama mulia dan utama. Keduanya memiliki kedudukan penting dalam sejarah peradaban Islam. Terlepas dari berbagai riwayat tentang kedua tokoh hebat tersebut. Saya bukan pakar sejarah untuk mengupas satu persatu.
Sayyidah Aisyah adalah kader wanita muda penting dalam dakwah Rasulullah Saw yang menguasai banyak hadits (ketimbang saya). Sayyidah Khadijah juga istri setia Rasulullah dan telah mengorbankan harta serta jiwa raganya untuk kepentingan dakwah Islam, bahkan sampai habis seluruh perbendaharaan kekayaannya (saya tidak sanggup memberikan semua harta untuk orang lain).
Satu hal yang saya ambil hikmahnya, saya tidak perlu membeda-bedakan keduanya. Apalagi sampai menganggap yang satu lebih baik dan yang lain lebih buruk. Sungguh lemah jika saya harus menilai seseorang yang jauh lebih hebat dari saya. Kapasitas Aisyah dan Khadijah jauh sekali daripada saya. Masa saya yang 'bodoh' harus menjudge Aisyah dan Khadijah yang luar biasa menjadi pendamping Rasulullah Saw. Itu gak logis.
Mudahan pandangan saya bisa bermanfaat, saya merenung dan membaca satu ayat di bawah ini. Kemudian saya teringat dengan kontekstual perdebatan antara kedua wanita mulia ini. Saya akhirnya mengikuti pola akhlak dalam Al Qur'an yang Allah SWT ajarkan untuk manusia.
قُلۡ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ عَلَيۡنَا وَمَآ أُنزِلَ عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ وَمَآ أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَٱلنَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمۡ لَا نُفَرِّقُ بَيۡنَ أَحَدٖ مِّنۡهُمۡ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ
Katakanlah (Muhammad), “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.”
(Surat Ali 'Imran, Ayat 84)
Dengan demikian, saya berpandangan bahwa sebagaimana Nabi dari kalangan Bani Israil dan Nabi Muhammad Saw sendiri dari Bani Quraisy Arab, tidak Allah SWT beda-bedakan diantara mereka. Para nabi dan rasul memiliki misi langit (samawi) yang sama. Sama-sama mentauhidkan Allah SWT dan mengajarkan akhlak yang baik.
Hanya kepada-Nya kami berserah diri, Nya yang dimaksud adalah kembali kepada Allah SWT. Jadi, sebenarnya yang paling berhak menilai bukan kita manusia biasa, melainkan Allah SWT semata, hakim yang paling bijaksana. Jadi, sudahlah tidak perlu bertikai lebih jauh. Teladani saja apa yang baik-baik dari kedua wanita super itu, kemudian terapkan dalam kehidupan real kita (meskipun sulit).
Mendukung yang satu dan mengesampingkan yang lain hanya mengikuti hawa nafsu diri sendiri saja. Supaya jiwa hewani diri ini merasa menang dan diakui, puncaknya berkuasa bahkan menindas orang lain (secara intelektual).
Salam Damai Dari Saya, yang masih oon.
-Pilar Teduh-
Comments
Post a Comment