Biografi singkat Nawal El Sa'adawi
Nawal lahir di sebuah desa kecil Kefr Tahlah Pinggiran sungai Nil, Mesir, Negeri Piramida. Usianya 88 tahun, tepatnya pada 27 Oktober 1931 sebelum Indonesia merdeka. Dia dijuluki Simone De Beauvoir Dunia Arab. Dia anak pertama dari 9 bersaudara. Ayah ibunya meninggal, ketika Nawal masih muda sehingga terpaksa menjadi tulang punggung keluarga.
Simone De Beauvoir sendiri adalah tokoh feminisme modern dan pakar filsafat asal Perancis terkenal di abad ke-20. Namun, sudah wafat tahun 1986. Sehingga keidentikan itu disematkan kepada Nawal.
Sementara Nawal sampai saat ini masih hidup dan aktif menyuarakan gagasannya tentang feminisme modern baik di medsos maupun stasiun televisi di Mesir atau dunia.
Pada awalnya Nawal adalah seorang dokter lulusan terbaik di kampusnya melawan laki-laki, namun karena tertarik dengan kasus khitan bagi perempuan yang ia sebut praktik mutilasi alat kelamin perempuan secara ilegal, maka saat itu juga dia mulai menjadi aktivis. Dia juga banyak menulis buku hingga belasan karya, tentang masalah perempuan dalam Islam. Salah satunya Perempuan di titik nol yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia.
Dia pernah menikah kemudian cerai 3 kali dengan seorang dokter, pengusaha, juga penulis. Dan dikaruniai dua buah hati. Dia saat ini sudah meraih dua penghargaan; North-South Prize dan Stig Dagerman Prize.
Dia pernah menjabat sebagai menteri kesehatan Mesir pada tahun 1963. Tahun 1972 berhenti menjabat, dan mengeluarkan karya Women and Sex.
Sering mengkritik pemerintah Mesir tentang berbagai kebijakan yang dinilai diskriminatif kepada perempuan Arab, Nawal dipenjara selama 13 tahun bersama suaminya yang ketiga. Namun, dia masih ngotot menulis meskipun hanya dengan tisu WC dan celak mata seadanya.
Jiwa aktivis Nawal ini adalah keturunan dari ayahnya yang seorang PNS namun diasingkan oleh Kolonial Inggris di Mesir waktu itu, sebab sering menentang kebijakan para penjajah itu.
Aktivis Seorang Aktivis
Nawal punya ketertarikan khusus terhadap isu sunat bagi perempuan. Bahkan ia sempat meneliti langsung ke Sudan. Di sana khitan wanita sampai memakan korban. Ada yang infeksi, pendarahan, dan menimbulkan berbagai penyakit kelamin pada wanita. Tentu saja ini membuat Nawal geram.
Dari titik isu tersebut, akhirnya Nawal mengkritisi semua aspek yang mendiskriminasi wanita termasuk peran pemerintah di dalamnya. Dan Itulah yang menyebabkan dia masuk penjara lama. Pada zamannya Presiden Mesir Anwar Saddad hingga Presiden Husni Mubarok.
Pada saat keluar, Nawal kembali menuntut orang yang memenjarakannya, namun Husni Mubarok kesal dengan ulah Nawal, lalu Nawal dikucilkan dan semua aktivitasnya dibekukan oleh Mubarok.
Sampai sekarang alat satu-satunya perjuang dia adalah menulis. Saat dipenjara bahkan dia memaksakan menulis dengan alat apa adanya. Yaitu kertasnya tisu toilet dan pena-nya pakai pensil alis. Semangat menulisnya luar biasa.
Jika anda membaca memoar dari penjara, perempuan di titik nol, atau memoar seorang dokter perempuan, pasti pembaca akan dibuat marah karena budaya patriarki yang begitu mendominasi martabat perempuan.
Saat dia keluar dari penjara, bisa saja dia menjadi abdi negara, orang besar, penulis besar yang menghiasi layar kaca dan media. Namun, dia lebih memilih jalan sulit menyuarakan kebenaran, bukan popularitas apalagi kekuasaan. Hanya berbekal senjata pena dan tulisan-tulisannya. Itulah Nawal El Sa'adawi.
Comments
Post a Comment