Minuman Keras dan Rumi
Ada satu kisah menarik
antara Rumi dan gurunya yaitu Syamsu Tabriz. Bagi orang awam kebiasaan sufi itu
dipandang nyleneh. Jadi, malam itu gurunya bilang pada Rumi, “Wahai Rumi,
malam-malam kita ngobrol begini, enaknya sambil minum-minum ya. Tolong belikan
arak. nanti kita minum bareng?”
Rumi kaget. Kemudian
dia menjawab, “Wahai guru, apa yang anda lakukan. Nanti kalo ketahuan
murid-muridmu yang lain malu. Masa wali minum-minuman keras.”
“Kamu mau atau tidak?
Kalo tidak mau ya tidak usah jadi muridku!” Ancam gurunya.
Karena Rumi begitu
patuh pada gurunya, maka tidak ada pilihan lain. Akhirnya terpaksa dia pergi
dengan mengenakan jubah besar untuk menyembunyikan tuak itu. Ternyata kedai
yang jual minuman keras itu adanya di perkampungan Nasrani. Setelah beli
minuman keras, Rumi diperhatikan sama orang Nasrani.
“Loh kok ngapain Rumi
kesini?”
“Loh kok beli minuman
keras?” Orang Nasrani itu kaget. Penasaran, lalu Rumi diikuti diam-diam dari
belakang.
Sampai di depan masjid,
orang Nasrani itu teriak. “Wahai kaum muslimin, lihatlah wali kalian beli
minum-minuman keras yang katanya diharamkan dalam Islam.”
Petugas masjid dan
orang-orang yang mendengar seruan itu tidak percaya.
“Lihatlah botol yang
disembunyikan di jubahnya!” Perintah orang Nasrani, memastikan.
Pas dibuka jubahnya,
ternyata benar ada arak. Akhirnya orang-orang muslim ramai memaki Rumi, “Dasar
wali palsu! sufi bohong!” Bahkan Rumi digebukin sampai terluka parah.
Kemudian datanglah
gurunya, Syaikh Syamsu Tabriz. “Hei, cukup-cukup. Kalian salah paham. Itu bukan
arak. Itu hanya air putih biasa.”
Kemudian pas diperiksa,
ternyata benar hanya air mineral. Ini bagian dari keramat gurunya Rumi.
Ini sebenarnya
pelajaran bagi Rumi. “Hei Rumi, kamu membanggakan apa? Status? Nama besar?
kewalian? penghormatan orang lain, Apa benar mereka menghargaimu? menganggapmu
penting, menganggapmu besar. Orang cuma gara-gara botol kecil saja kamu sudah
dipukulin.”
Jadi tidak ada atribut,
tidak ada nama, tidak ada kebesaran, tidak ada kebanggaan. Kalo sama orang lain
manusia begitu. maka dari itu jangan menyombongkan nama besar atau nama baik.
Mungkin pernah terjadi di Indonesia, ada ulama besar, ketika dia nikah lagi, di
dimarahi oleh orang se-Indonesia. Lalu reputasinya turun, nama baiknya hancur,
bahkan media televisi swasta sudah tidak lagi mengundang dia.
Nah itulah, menjaga
nama baik di tengah masyarakat itu sia-sia. Jika kita mengandalkan nama baik,
maka kita akan mudah jatuh hanya dengan berita hoax. Maka jangan pernah
berpatokan pada pendapat masyarakat. Baiklah hanya di mata Allah Swt. Tidak
apa-apa orang tidak tahu. Bahkan itu lebih bagus. Tidak apa-apa dipandang buruk
di mata manusia, tapi baik di mata Allah Swt.
Semoga bermanfaat dan salam
kesadaran.
Comments
Post a Comment