Skip to main content

Bagaimana Menjadi Hamba Allah Sejati


Imam Ja’far Al-Shadiq: Seorang Hamba


Ada orang tua berusia 94 tahun di Madinah, pada pertengahan abad ke-8 M bernama ‘Unwan datang menghadap ke Imam Ja’far Al-Shadiq (702-765 M). ‘Unwan hendak mengajukan pertanyaan yang sangat penting. Perkara ini ia selidiki sejak lama, namun belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Ya, ‘Unwan meskipun usianya sudah sepuh, tapi semangat belajarnya sungguh kukuh.

‘Unwan bertanya pada Imam, “Apakah hakikat pengabdian itu?”

Lalu Imam Ja’far menjawab, “Ada tiga macam.”

Apakah itu?” Tanya ‘Unwan dengan rasa ingin tahu yang tinggi.

Pertama, seoarang hamba (abdi) tidak  menganggap apa yang ada dalam genggamannya atau wewenangnya sebagai milik pribadi, karena yang dinamakan hamba tidak memiliki sesuatu. Kedua, segala aktivitasnya harus sesuai dengan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang oleh tuannya. Ketiga, Tidak memastikan apapun kecuali atas izin tuannya.” 

Menjadi hamba yang sejati dihadapan pencipta itu tidak mudah. Bukan hanya sekedar kita menjalankan syariat agama dalam kehidupan sehari-hari. Khawatirnya justru itu menjadi formalitas biasa. Lebih dari itu, kita coba tanamkan pola pikir dan tindakan menepatkan diri sebagai budak atau hamba sahaya di hadapan Tuhan.

Misalnya dalam hal kepemilikan. Sekaya apapun kita, pada hakikatnya kita tidak memiliki apapun. Semuanya itu hanyalah pemberian dari Tuhan. Semuanya itu hanyalah barang titipan yang sifatnya sementara. Tuhan mengamanahkan harta itu agar dijaga dengan baik dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Misalnya selain untuk kepentingan diri, juga berbagi untuk orang-orang yang membutuhkan. Perlu diingat, harta yang dibagi itu sesungguhnya bukan punya kita sendiri, tapi titipan.

Sebagai seorang hamba. Kita terikat dengan aturan yang ditentukan oleh Tuhan. Tapi, aturan itu dibuat bukan untuk memenjarakan atau menjajah seorang hamba. Seorang hamba tidak akan merasa terbatasi atau terbebani dengan perintah dan larangan itu. Sebab perintah dan larangan Tuhan itu sesuai dengan tabiat manusia dan hukum alam. Sehingga dengan adanya seperangkat aturan itu, hidup seorang hamba menjadi harmonis. Bertentangan dengan aturan justru akan mengacaukan pola hidup manusia sendiri.

Izin perlu diberikan karena ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang hal itu tidak diketahui oleh seorang hamba. Hanya sang majikan yang mengetahui konsekuensinya. Jika sang Tuan menghendaki untuk memberikan izin, berarti itu adalah kebaikan, jika tak merestuinya, berarti pasti itu keburukan. Hanya saja, terkadang hamba merasa apa yang dipandangnya itu baik, padahal di mata tuannya belum tentu seperti itu, begitupun sebaliknya. Terkadang pemberian izin itu juga mengandung misteri.

Pengabdian yang sejati adalah pengabdian yang tulus tanpa pamrih dan senantiasa penuh kesetiaan terhadap tuannya. Semoga kita menjadi abdi-abdi yang baik. semoga bermanfaat dan salam kesadaran.

Comments

Popular posts from this blog

Socrates Bapak Filsafat Dunia

Qana'ah Ala Socrates Suatu hari Socrates [1] berjalan-jalan ke pasar. Ya, beliau memang hobi keluar masuk pasar. Namun, tidak seperti orang kebanyakan. Sementara orang lain ke pasar untuk berbelanja mencari barang-barang yang dibutuhkan, tapi Socrates hanya melihat-lihat saja. Hampir setiap hari Socrates blusukan ke pasar. Setelah puas keliling menyusuri lapak-lapak dan kios-kios di pasar tradisional, biasanya Socrates ngobrol dengan orang-orang membahas banyak hal. Socrates bertanya, kemudian lawan bicaranya menjawab. Lalu jawaban itu dipertanyakan kembali oleh Socrates begitu seterusnya.  Terkadang orang yang diajak bicara merasa mentok. Dari sinilah cara Socrates berfilsafat. metodenya ini kemudian dikenal dengan Dialektika. Yakni mengajak orang berpikir dengan cara berdialog. Pernah suatu ketika dia ditanya, “Wahai Socrates, kamu ngapain keliling pasar tapi tidak membeli apapun? Hanya lihat-lihat saja, kemudian pergi. Besoknya saya perhatikan begitu juga.” S...

Culture Shock Di Bali

  Pengalaman 2 Pekan di Bali Saya mau berbagi cerita selama di Bali dalam 2 pekan. Saya tinggal sementara di rumah mertua yang terletak di Kabupaten Jembrana, kota Negara, Lelateng.  Ada beberapa budaya yang menurut saya baru dan menarik untuk saya ceritakan sebagai pengalaman hidup. Yuk kita simak; 1. Banyak patung  Saat saya sampai di Bali, saya melihat arsitektur bangunan patung yang banyak. Ternyata patung itu digunakan umat Hindu untuk beribadah baik di tengah kota, perkantoran, sampai perumahan.  2. Aroma dupa  Yah, yang ini saya merasakan hawa mistis namun menenangkan. Aroma dupa itu memiliki ciri khas tersendiri. Kalau saya pribadi cukup menyukai kalau sekedar lewat. Tapi, kalau kelamaan juga kurang nyaman di hidung.  3. Orang ibadah di jalanan Saya ketika jalan dengan istri saya, ada orang ibadah di perempatan jalan. Saya sempat segan ingin lewat. Tapi, kata istri saya tidak apa-apa, lewat saja. Memang itu sudah biasa. Pernah juga lihat waktu Maghr...

IKIGAI: Rumus Hidup Bahagia Ala Orang Jepang

Ikigai : Rumus Jitu Dari Negeri Tirai Bambu Halo kawan-kawan, gue udah lama gak nulis di blog nih. Kangen juga gue gak ngepost di sini. Bukan karena gue males nulis. Yang paling urgen dari alasan gue kenapa gak sharing , karena laptop gue kesiram kopi pas gue lagi ngerjain sebuah proposal kegiatan untuk acara 17 Agustusan di kampung. Akhirnya laptop gue masuk “Bengkel” dan di opname kurang lebih sebulan. Katanya sih coba diperiksa Motherboad-nya .             Well , lalu gue tinggal ke Ibukota. Dan sekarang laptop gue udah siuman dan siap buat nulis hal-hal yang mudah-mudahan berfaedah lagi.             Sekarang gue mau   berbagi tentang Ikigai . Mungkin pembaca sebagian ada yang udah pernah dengar istilah itu. Dari namanya juga udah bisa ditebak kata itu berasal darimana? Yups, betul dari Jepang. Negara yang terkenal dengan Tirai Bambu atau Film Anime -nya....