Jalan Pembebasan: Buddha Sidharta Gautama[1]
Buddha pada awalnya
hidup di Istana mewah dan serba berkecukupan. Lalu ia merasa jenuh dengan
kehidupan gemerlapan itu. Ia kemudian keluar dari keluarga kerajaan dan
bertekad untuk melakukan pertapaan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
pencerahan dan kebijaksanaan hidup. Kemudian menyebarkan ajaran itu kepada
seluruh umat manusia.
Setelah melakukan
meditasi yang panjang di bawah pohon Boddhi, Buddha kemudian mengamalkan ilmu
yang ia dapatkan kepada orang lain. Pertama, ia datangi raja Bimbasara di
kerajaan Magadha lalu memberikan saran “Paduka,
sebagai seorang raja anda harus menyayangi rakyatmu seperti anakmu sendiri.
Seorang raja tidak boleh menindas rakyatnya. Kehidupan harus dihargai dengan
seimbang. Seolah tidak ada yang lebih berharga dari kehidupan itu sendiri.
Apapun kedudukannya, setiap orang mempunyai batin yang bisa bersinar.”
Ketika Buddha bertemu
dengan rakyat kecil, Buddha memegang tangannya. Namun, rakyat jelata itu menghindar, dia bilang “Menjauhlah
dariku, aku kotor.”
Buddha berkata, “Kita
tidak boleh memandang rendah diri sendiri. Orang tidak terkenal karena
kelahirannya, tetapi karena perilakunya. Anda membersihkan kotoran di rumah.
Aku membersihkan kotoran dalam hati manusia. Maka aku dan anda adalah sama.”
Buddha Sambil menggenggam tangan orang itu dan menatapnya penuh simpati. Dari
sini terlihat ajaran Buddha tidak mengenal Kasta.[2]
Buddha juga mengajarkan
hikmah pada Rahula Putra Siddharta. Buddha bertanya pada anak kecil itu,
“Rahula, apakah air di ember ini bisa diminum?”
Rahula menjawab, “Tentu
tidak.”
Lalu Buddha memberikan
ibarat, “Rahula, kamu bagaikan air di ember, pada dasarnya bersih. Tetapi
dnegan terus berbicara bohong, kamu menjadi kotor. Nanti tidak ada yang
menghargaimu.”
Buddha juga sangat
menghargai gurunya. Pernah suatu ketika Buddha membantu gurunya menjahit baju.
Buddha bahkan pernah
bertemu dengan jenderal dengan banyak pasukannya. Saat itu Buddha sedang
bertapa di bawah pohon kering. Saat
ditanya oleh sang Jenderal, “Wahai Yang Mulia, kenapa anda duduk di bawah pohon
layu, sehingga anda terkena sengatan panas sinar matahari. Silahkan pergi
mencari tempat berteduh”
Buddha menjawab,
“Perlindungan kepada sukumu adalah jauh lebih baik dibanding perlindungan pohon
apapun. Paduka, apakah engkau tidak merasakan itu?” Nasehat bijak itu tentu
saja membuat sang Jenderal terdiam dan berpikir.
Ajaran Buddha yang
kemudian dikenal hingga sekarang adalah jalan mulia berunsur delapan: Pandangan
benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha
benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Salam kesadaran!
[1] Buddha
terlahir sebagai pangeran dari suku Sakya bernama Siddharta pada 623 SM di
Kapilavastu sekat Nepal. Ia keturunan dari Raja Suddhodana dan Permaisuri Maha
Maya. Orang bijak meramalkan bahwa ia akan tumbuh menjadi raja besar yang bijak
dan mampu menyatukan dunia.
[2] Perbedaan
manusia berdasarkan status sosialnya. Semua manusia kedudukannya sama. Yang
membedakan adalah perilakunya. Dalam Islam perilaku itu bisa kita sebut
akhlaknya.
Comments
Post a Comment