Kebaikan Menurut Aristoteles
Suatu malam khalifah al-Ma’mun bermimpi bertemu
dengan seseorang dengan ciri-ciri persis seperti orang Eropa. Kulitnya putih
agak kemarah-merahan, jidatnya lebar, tinggi besar penuh wibawa. Penguasa
dinasti Abbasiyah dalam mimpi itu penasaran ingin bertanya siapakah gerangan,
pasti ia bukan orang biasa.
terjadilah percakapan menarik diantara keduanya.
Al-ma’mun bertanya, “Siapakah anda?”
Orang itu menjawab, “aku Aristoteles”[1]
“wahai engkau adalah orang yang bijak.” al-Ma’mun
terkejut.
Aristoteles kemudian menawarkan pada al-Ma’mun,
“Maka bertanyalah sesuatu padaku.”
“Baiklah, aku akan bertanya. Apakah yang dimaksud
dengan kebaikan?”
Aristoteles dengan posisi duduk di atas sofa
mengatakan, “apa yang dipandang baik oleh akal, agama, dan oleh kebanyakan
orang, itulah kebaikan”
“Lalu apa lagi selain tiga hal itu?”
Aristoteles memberikan isyarat mengangkat tangan,
“tidak ada lagi. Hanya itu saja.”
“Jika begitu, berikanlah pesan untukku.” Pinta
al-Ma’mun.
Aristoteles sebelum pergi berpesan, “Hendaklah
engkau berpegang pada tauhid.”
Konon sebab mimpi itulah Filsafat mulai dikaji dan
dipelajari dalam peradaban Islam. Sampai pada masanya, Islam mengalami kejayaan
luar biasa dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Semoga bermanfaat dan salam kesadaran.
[1][1]
Aristoteles lahir di Athena, Yunani pada 384 SM-322 SM. Ia adalah murid dari
Plato dan Socrates. Pernah mengajar di Akademi Plato, lalu mendirikan akademi
sendiri bernama Lyceum. Dia adalah ahli dibidang Logika, Metafisika, Politik,
dan kedokteran.
Comments
Post a Comment